Jumat, 29 Mei 2015

Kotak Musik Saphira (Bagian 2)



             Malam hari pun tiba dan jam dinding kamarku menunjukkan angka pukul tujuh malam. Namun hingga kini, aku masih belum menemukan suatu cara untuk membuka almari tersebut. Tapi aku yakin bahwa pasti akan kutemukan caranya, entah bagaimanapun itu.
            “Vika! Ayo ikut nggak? Buruan!” tiba-tiba terdengar suara nyaring yang memekakan telingaku dari luar kamar. Rupanya itu adalah suara Mbak Mutia, kakak sepupuku yang keempat dan paling cantik. Aku pun begegas untuk membuka pintu kamar dan keluar dari kamar.
            “Hai Mbak Mutia! Emang mau ada acara apa? Kok buru-buru gini? Mau ke mana?” tanyaku sambil terus berjalan ke arahnya. Malam ini ia mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna hitam putih, serta celana jeans berwarna biru tua dan sepatu kets berwarna abu-abu yang sangat keren. Ia tampak tampil cantik pada malam ini.
            Hey! Enggak, ini cuma mau ke Paragon Mall. Ikut nggak Vik? Kita berangkat bersama Mbak Rahma, Mas Tomi, Mas Dio, Mas Kevin, Mbak Ema, Mbak Fara, Mbak Shafa, sama Mbak Titan. Ikut nggak Vik? Nanti dibagi jadi dua mobil, “ ujarnya, dan menyebutkan nama semua cucu Nenek dari yang paling tua hingga yang paling muda yang ada. Ia masih tetap menunggu kepastian dariku.
            “Memang mau sampai jam berapa mbak?” tanyaku untuk memastikannya. Kini aku tepat berada di depannya.
            “Sampe jam sepuluhan sih kira-kira. Soalnya nanti kita juga mau ke Tugu Muda ama ke Kawasan Kota Tua Semarang. So, mau ikut gak Vik?” ujar Mbak Mutia.
            Aku pun awalnya sedikit bingung harus menjawab apa, karena aku sudah berjanji bahwa aku harus mencoba membuka almarinya sekitar pada pukul sembilan malam ini. Namun karena menurutku kegiatan ini akan begitu mengasyikkan, jadi ya aku ikut saja.
            “Oke mbak. Aku bisa, sebentar ya aku ganti baju dulu, “ ujarku dengan nada gembira Aku pun lekas pergi menuju kamarku.
            “Oke!” serunya dari kejauhan.
            Malam ini, aku mengenakan kaos lengan panjangku yang berwarna biru tua dengan renda-renda kecil di bagian lengan serta kerahnya. Aku juga mengenakan celana jeansku yang berwarna abu-abu serta sepatu sandalku yang berwarna ungu dan hitam. Rambutku pun hanya kusisir rapi. Dan siap deh! Aku akan keluar dari kamar dan berangkat jalan-jalan bersama semua saudaraku.
            Sesampainya di Paragon Mall, kami semua berjalan-jalan di Matahari Department Store, The Harvest Chocolatier and Patissier, Body Shop, Starbucks Coffee, Planet Surf, dan store-store lainnya. Ternyata sangatlah seru jika kita dapat meluangkan waktu bersama keluarga dan berjalan-jalan bersama.
            “Eh, ke sana yuk Vik!” ajak salah satu dari sembilan saudaraku yang bernama Mas Kevin. Ia adalah orang yang jangkung dan cukup kurus. Tingginya sekitar 185cm.
            “Ya, tapi traktirin ya mas. Hehehe, “ kataku sambil tertawa. Dia mengajakku ke restoran Sushi Donbouri, yang harganya dapat dibiliang lumayan mahal bagi kantong seorang pelajar.
            “Ya deh ya. Tapi besok kamu gantian traktirin aku ya Vik kalau kita jalan-jalan lagi, “ ujarnya sambil mengeluarkan sebuah permen rasa mint dari saku celana jeansnya yang ada dibelakang.
            “Ya deh mas. Kapan-kapan ya. Hehe, “ ujarku sambil bergegas berjalan mengikutinya menuju restoran Sushi Donburi yang  berada di lantai 3. Kami pun langsung pergi berdua saja dan menginggalkan rombongan saudara kami yang sedang asyik berbelanja di Matahari Department Store.
            Saat aku dan Mas Kevin sedang memilih menu, tanpa sengaja, ada sebatas pikiran atau mungkin ingatan yang pernah terlupakan, yang kemudian terlintas begitu saja di dalam pikiranku. Namun ingatan itu muncul dengan begitu cepat dan hanya muncul sekilas saja. Aku pun menjadi bingung dan mencoba mengingatnya kembali.
            “Vika? Kamu kenapa? Kok tiba-tiba serius gitu mukanya, “ Mas Kevin terus berkata dan bertanya kepadaku, namun aku tetap tidak menggubrisnya dan mencoba untuk fokus.
Setelah selesai memesan menu yang aku kehendaki, aku pun memejamkan kedua mataku dan aku pun juga mengernyitkan dahiku. Sesaat kemudian, suasana begitu hening di dalam pikiranku dan aku hanya dapat melihat secerca cahaya saja dari celah mataku yang memang sengaja tidak aku pejamkan secara rapat.
“Vika, vika! Eh, jangan tidur oii!” aku dapat mendengar suara Mas Kevin yang terasa samar-samar dari luar pikiranku, namun aku tetap tidak menggubrisnya dan tetap berkonsentrasi terhadap pikiranku tadi.
***
cerita ini ada 7 bagian alias 7 part, semoga pembaca tidak bosan ya :)
kritik saran ditunggu di komentar bawah
Terimakasih

Tidak ada komentar :

Posting Komentar