Selasa, 30 Juni 2015

Big Trouble #1



Mimpi Buruk
            Masalah bertubi-tubi menimpaku saat aku berlibur ke rumah nenek. Mulai dari yang kecil, hingga yang besar. Tak akan pernah ada habisnya. Dan menurutku memang akan begitu. Semua itu membuat pikiranku sangat berantakan dan kacau, sekaligus ketakutan. Aku bingung dan aku selalu bertanya-tanya di dalam hatiku, “Bagaimana cara menyelesaikan semua masalah ini, tanpa harus mengancam jiwaku? Bagaimana cara agar mereka semua tidak melakukan itu lagi? Kapan waktu yang tepat untuk melakukan semua itu kepada mereka? Apa benar makhluk  jelek itu makhluk gaib? Apa yang nenek sembunyikan dariku? Apa semuanya tidak akan beres di sini?” Tapi, semua jawaban dari itu selalu tidak ada. Yap, atau mungkin hanya sebatas pikiran yang aneh, yang tidak sesuai dengan semua pertanyaan itu. Hingga suatu saat, aku menemukan semua jawaban tentang itu. Dan aku juga menemukan cara untuk menghentikan semua itu. Menghentikan perbuataan mereka semua, menghentikan rasa penasaran di dalam hatiku, dan masih banyak lagi.
            Pagi itu aku pergi ke dapur, tempat nenekku memasak sehari-hari. Di sana terdapat beberapa alat masak yang sering aku jumpai di rumahku sendiri. Di sana, nenek sering membuat pie jumbo isi daging ayam yang sangat lezat. Aku sangat menyukainya. Bahkan mencintainya. Namun, ketika nenek selesai membuat semua pie itu, selalu ada pertanyaan aneh yang muncul di benakku. Entah mengapa aku selalu mencurigai nenekku sendiri. Hatiku selalu bertanya, “Apa yang akan nenek lakukan terhadap semua pie itu? Untuk siapakah pie sebanyak itu? Pie yang sangat-sangat banyak! Mungkin jika ada lima puluh orang pun yang akan memakannya, pie itu tidak akan habis! Pie daging itu menggunung di dapur. Tidak mungkin jika nenek yang akan menghabiskan semuanya! Tidak akan mungkin juga jika aku yang akan menghabiskannya! Kalau kami berdua pun, juga tetap tidak akan mungkin! Hanya aku dan nenek saja yang tinggal di rumah ini! Aku adalah satu-satunya cucu nenek! Mana mungkin kami berdua menghabiskan ratusan pie besar itu?”.
            Saat aku tinggal di rumah ini, bau amis seperti darah dan bau apak selalu menyengat hidungku. Bagiku, itu adalah masalah besar yang selalu membuatku tidak nyaman untuk tinggal di sini! Tapi tidak untuk nenek. Mungkin ia sudah terbiasa dengan semua ini. Ya...!
Sejak Kakek Frank meninggal, rumah ini terasa seperti rumah hantu.  Sangat banyak perubahan yang terjadi di sini. Terlalu banyak debu dan sarang laba-laba di sudut-sudut ruangan. Sangat tidak terurus, sangat tidak rapi, dan sangat tidak indah. Apalagi ketika malam telah tiba. Hmm..., rumah ini akan terlihat semakin suram dan seram saja. Apalagi rumah ini terletak di tengah rawa yang kering, gelap, dan sunyi. Seluruh cat di rumah ini hanya abu-abu dan coklat tua saja pula. Dengan  begitu, keadaan di rumah nenek ini akan terlihat dan terasakan semakin tidak nyaman. Lantainya yang terbuat dari kayu juga sudah reot dan usang. Huft! Sebal, sebal, sebal!
Liburan musim gugurku kali ini adalah yang kesekian kalinya. Tapi kali ini berbeda. Ya, tidak ada kakek. Um... dan udara di dalam rumah nenek ini terasa sangatlah lembab dan pengap sekarang. Aku heran sekali! Padahal ini adalah musim gugur terhangat yang pernah aku rasakan sepanjang masa. Tapi mengapa udara di dalam rumah nenek masih terasa sangat lembab? Ya, aku tahu sih kalau rumah nenek itu di tengah sebuah rawa yang sudah mulai mengering, yang biasanya berudara lembab. Tapi sekarang? Sekarang musim gugur terhangat! Semua udara yang ada di luar rumah nenek terasa sangat hangat dan kering! Tapi, di dalam rumah nenek, semuanya terasa sangat lembab, dingin, dan basah. Aneh sekali! Hwah! Huft! Ya, aku berusaha nikmati sajalah.
            Aku sangat menyesal, meminta ibu menjemputku dua puluh delapan hari lagi. Kukira suasana di sini akan lebih baik bila tidak ada kakek yang suka mengomeliku, karena aku suka berbuat ceroboh. Tapi ternyata semuanya hanya tidak, tidak, dan tidak. Semua tebakanku salah. Semuanya salah! Di sini menyebalkan sekali! Yeah, walau sudah banyak makanan yang tersedia untuk menyambut kehadiranku.
            Kemarin malam, tepatnya pukul 23.00 saat angin bertiup dengan kencangnya, bersamaan dengan itu aku mengalami mimpi buruk. Sampai-sampai aku terbangun dari tidurku. Aku jadi terjaga semalaman karena aku tidak mau memimpikan hal itu lagi. Aku takut, jika aku tertidur kembali, mungkin aku akan memimpikannya lagi. Ya, itu adalah mimpi terburuk sepanjang hidupku. Mimpi itu memberi gambaran sepertinya aku berada di padang rumput yang gelap, aku hanya berbekal cahaya handphone yang mengeluarkan cahaya yang sangat remang-remang. Aku seperti mencari sesuatu di sana. Seperti mencari sesosok orang. Tapi ketika aku berhenti sejenak dan memanggil nama seseorang itu, aku mendengar langkah kaki sesosok makhluk misterius yang terus berjalan mengikutiku. Langkah kaki itu berdebam keras dan terdengar jelas di telingaku. Karena aku sangat ketakutan di sana, aku memutuskan untuk berlari sekencang mungkin, karena suara langkah kaki itu semakin terdengar keras di telingaku. Memang sepertinya makhluk misterius itu semakin lama akan semakin mendekat ke arahku. Namun karena tidak berhati-hati, saat berlari, kakiku terantuk batu dan aku pun terjatuh. Otomatis, aku pun membalikkan badanku. Aku melihat sesosok makhluk misterius itu. Sungguh sangat menyeramkan. Mata dan mulutnya berwarna merah menyala. Kuku kakinya pun juga berwarna begitu. Seperti api yang berkobar-kobar. Tubuhnya tinggi besar, bulunya berwarna hitam legam, dan dia juga memiliki ekor. Mirip seperti anjing mastiff raksasa yang bisa berdiri dengan gagah. Sangat menyeramkan! Sejak saat itu, mimpiku berakhir karena aku terbangun.

-bersambung...

Senin, 29 Juni 2015

Dermakan Darahmu



Lihatlah insan malang di sana
Buat mereka kukatakan
Insan yang perlu pengorbananmu
walau hanya sementara

Derita mereka bukanlah dipinta
namun hidup diteruskan...
harapan mereka adalah kita
insan berbelas kasihan

Renunglah seketika
wahai insan yang penyayang
sedarilah hai teman
setitik darahmu sungguh bermakna

Berilah mereka kasih sayang
dengan mendermakan darahmu
andalah pemberi harapan
untuk hidup mereka esok hari

Minggu, 28 Juni 2015

Fogging Berjalan



            “Aku pulang duluan yaa! Dadah”, pamit Ica.
            “Oke, eh kamu pulang naik apa?”, tanya salah seorang temannya.
            “Naik Bus TJ”, kata Ica.
            “Ooh, naik fogging berjalan?”
            “Ha? Hahahaha”, semuanya tertawa.
***
            Percakapan itu kudengar saat salah seorang temanku akan pulang dari sekolah. Bus Trans Jogja ini merupakan kendaraan yang sering menjadi andalan para pelajar Kota Yogyakarta untuk transportasi pulang-pergi ke sekolah ataupun pergi ke tempat-tempat lain. Selain ongkosnya cukup terjangkau untuk kalangan pelajar, lokasi halte yang dekat dengan tempat-tempat wisata dan sekolah merupakan salah satu alasan untuk memilih bus yang satu ini.
            Kendaraan umum ini juga menjadi andalan bagi banyak warga di Yogyakarta. Untuk berganti bus atau jalur, tidak perlu bayar lagi. Tinggal turun di halte yang sudah tersedia dan menaiki bus dengan jalur yang berbeda sesuai tujuan.
            Sayangnya, kadang-kadang bus ini sering ngebut di jalan dan berhenti mendadak saat akan berhenti. Hal ini membuat para penumpang yang tidak kebagian tempat duduk alias harus berdiri di dalam bus terjatuh atau bergoyang-goyang dan saling senggol. Tentu saja  hal ini merupakan salah satu ketidaknyamanan saat menaiki bus ini. Para penumpang yang duduk juga sering merasa mual dengan kejadian ini. Apalagi penumpang yang tidak terbiasa dengan bus ber AC.
            Aku pun juga sering merasakannya. Aku belum diperbolehkan untuk mengendarai motor sendiri. Jadi saat aku akan jalan-jalan atau pergi ke tempat yang masih dapat dijangkau dengan TJ ini aku juga mengandalkan TJ. Pernah aku akan pergi jalan-jalan ke salah satu mall di Jogja yang cukup besar. Saat aku naik bus ini dari halte dekat rumahku, aku harus berganti jalur hingga tiga kali dan pejalanannya cukup jauh juga karena harus memutari Jogja.
            Ongkosnya sama sih, hanya Rp3.500,- namun waktu yang diperlukan untuk menempuh perjalanan itu cukup lama. Karena harus muter Jogja dulu untuk menurunkan penumpang di halte-halte lain. Aku cukup lama menunggu di dalam bus dan juga bosan mau ngapain karena juga tidak bisa tidur di dalam bus yang ngebut ini.
            Di sisi lain saat aku menjadi pengendara motor dan harus bersebelahan dengan bus ini, sangat terasa bahwa kita harus kebut-kebutan dan saling salip untuk mendapatkan jalan. Selain itu, asap dari bus ini cukup banyak dan pekat. Oleh karena itu teman-temanku sering menjuluki bus ini fogging berjalan.
Bus ini seharusnya juga mendapatkan kontrol dan perawatan semestinya agar mesinnya tetap baik dan asap pembuangannya tidak menimbulkan fogging atau pengeluaran yang berlebihan. Aku juga berharap bus ini masih tetap beroperasi hingga tahun-tahun kedepan dan tidak hanya untuk wilayah kota Jogja saja. Namun hingga ke seluruh provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tentunya dengan fasilitas dan kenyamanan bus yang memadai.




Sabtu, 27 Juni 2015

Sejuta Kata Untukmu




Terciptanya kau dari Sang Maha Cinta
Tak tahu mengapa ada rasa semacam ini
Melebihi rasa nano-nano di raga
Apa pun rela dilakukan mengatasnamakanmu

Ku tak mengerti pikiran orang tentangmu
Bahagia senang berbunga-bunga
Sedih amarah cemburu
Menangis menjerit meraung meronta
Mengendalikan jiwa dan raga
Semua menyalahkanmu dan menghukummu

Jikalau dua orang saling jatuh cinta
Apa makna jatuh cinta?
Kenapa tak ada bangun jika ada jatuh padamu?
Anda yakin itu kah engkau?
Apakah hanya nafsu belaka?
Dikendalikan panca indra
Terpengaruh oleh cantiknya rupa
Bahkan kemolekan raga semata

Kenapa kau perdaya manusia?
Menjadi budak-budak asmara
Terutama para kaum muda
Yang tak tahu makna darimu yang sebenarnya
Cinta

Apakah kau benar-benar ada?
Ada di setiap relung hati manusia
Mestikah ku merelakan?
Haruskah mengikhlaskan?
Melihat orang yang engkau cinta bahagia bersamanya?
Apakah hanya turuti kata hatimu?
Membiarkan ego menguasaimu
Untuk terus memilikinya
Mengekang tanpa tahu makna adanya dikau