Beribu masalah mulai datang kepadaku saat aku membukanya. Mulai dari yang kecil, hingga yang besar. Semua itu membuat pikiranku berantakan dan kacau, sekaligus ketakutan. Aku bingung dan aku selalu bertanya-tanya di dalam hatiku,
“Bagaimana cara menyelesaikan masalah ini tanpa harus membuangnya? Bagaimana cara agar gadis kecil itu pergi untuk selama-lamanya? Bagaimana?” Tapi, semua jawaban dari itu adalah selalu tidak ada ketika aku memikirkannya. Namun, pada saat-saat tertentu ketika aku sedang tidak memikirkannya, jawaban itu terlintas begitu saja dibenakku. Hanya seperti sebuah siluet yang melesat dengan cepat begitu saja di pikiranku sehingga terkadang aku tidak dapat mengingat kembali jawabannya. Tapi, hey tunggu! Sepertinya jawaban dari salah satu pertanyaan itu ada di memori otakku delapan tahun yang lalu, saat aku masih mengingatnya, saat aku masih belum tahu apa-apa, dan begitu saja kutinggalkan semua masalah itu.
“Bagaimana cara menyelesaikan masalah ini tanpa harus membuangnya? Bagaimana cara agar gadis kecil itu pergi untuk selama-lamanya? Bagaimana?” Tapi, semua jawaban dari itu adalah selalu tidak ada ketika aku memikirkannya. Namun, pada saat-saat tertentu ketika aku sedang tidak memikirkannya, jawaban itu terlintas begitu saja dibenakku. Hanya seperti sebuah siluet yang melesat dengan cepat begitu saja di pikiranku sehingga terkadang aku tidak dapat mengingat kembali jawabannya. Tapi, hey tunggu! Sepertinya jawaban dari salah satu pertanyaan itu ada di memori otakku delapan tahun yang lalu, saat aku masih mengingatnya, saat aku masih belum tahu apa-apa, dan begitu saja kutinggalkan semua masalah itu.
Pagi
itu aku membantu ibu di dapur untuk memasak sup jagung yang sangat lezat,
dengan beberapa potongan wortel, jagung, daging ayam, dan bumbu-bumbu lainnya
untuk sarapan pagi. Hari itu aku sedang berlibur ke rumah nenek yang berada di
Semarang bersama keluargaku dan sanak saudara lainnya. Namun sayangnya, kakek
telah wafat karena sudah tua sekitar tiga tahun yang lalu. “Sup jagung sudah
matang! Ayo cepat kemari!” teriakku dari arah dapur kepada semua saudaraku yang
umurnya jauh lebih tua dariku. Ya, aku adalah cucu termuda dari semua cucu
nenek yang ada.
Beberapa menit kemudian, setelah
mereka asyik dengan kegiatannya masing-masing, akhirnya mereka semua langsung bergegas
pergi ke ruang makan untuk bersiap sarapan pagi.
“Wah, enak banget baunya. Apa e ini?
Sup jagung ya?” tanya kakak sepupuku yang bernama Rahma. Ia adalah cucu tertua
dari sepuluh cucu nenek yang ada.
“Iya. Doyan kan? Kalo enggak sih aku habisin mbak, hehehe, “ jawabku
sambil tertawa sembari meletakkan beberapa mangkuk sup ke atas meja makan yang
panjang dan lebar.
“Ya doyan lah Ka. Masa’ gak doyan?
Baunya aja enak gini, “ ujarnya sambil duduk di sebuah kursi yang terletak di
sebelah kanan meja. Aku pun mulai duduk disebelahnya dan kami pun lanjut
berbincang-bincang.
Setelah
kami semua selesai sarapan pagi dan mencuci piring, kami pun mulai asyik dengan
kegiatan kami masing-masing. Mulai dari yang bermain PS, menonton film di
laptop, bermain handphone, serta ada pula saudaraku yang sedang membaca majalah
sambil makan beberapa camilan dan kue-kue kecil. Akan tetapi, beberapa saat
kemudian, ada sesuatu yang terletak di pojok kanan ruang keluarga dan begitu menyita
perhatianku dari permainan GTA FIVE yang sedang aku mainkan bersama kakak sepupuku.
Benda yang sungguh besar dan jaraknya lumayan jauh dari tempatku bemain saat
ini. Ya, benda itu adalah sebuah almari besar yang terlihat sedikit usang dan
cukup tua serta berukuran lumayan tinggi. Karena aku sudah cukup lama
memandanginya dan sudah tertarik dengan almari itu beberapa menit yang lalu,
aku pun memutuskan untuk mulai melangkahkan kakiku, dan mendekatinya. Rasa
penasaran pun mulai berjalaran di sekeliling tubuhku.
“Heh!
Iki durung rampung kepriwek? Jangan pergi dulu lah Ka! Mau pergi ke mana? Vika!”
teriak dan panggil kakak sepupuku yang berlogat sedikit Jawa kepadaku. Ia bernama
Tomi dan ia adalah kakak sepupuku yang paling asyik. Menurutku begitu.
“Nanti lagi ya mas, “ ujarku sambil
berlalu pergi mendekati almari yang sangat antik dan menarik itu.
“Wo lah bocah. Ckckck, “ Mas Tomi
bergumam sendiri sembari menaikkan laptopnya ke dalam pangkuannya. “Ah
sudahlah”, pikirku.
Aku pun mulai berjalan mendekati
almari yang terlihat sedikit usang itu. Perlahan, sedikit demi sedikit, aku
terus melangkahkan kakiku, rasa penasaran pun terus tumbuh di dalam diriku. Beberapa
saat kemudian, aku pun telah sampai di depan almari itu. Almari yang
benar-benar sangat besar dan indah, namun sudah terlihat usang dan tua karena tidak terawat. Dengan rasa penasaranku
yang sudah memuncak, kucoba membuka alamari itu dengan menarik pintu alamri itu
ke arah keluar. Namun, karena tetap tidak bisa, akhirnya kucoba untuk
menendangnya, dan... “Duer, ptak, prak!” suara tendanganku ke arah alamari itu
membuat kegaduhan yang luar biasa.
“Suara apa wi? Ngopo we Vik ning kono
barang? Kok adoh-adoh?” tanya Mas Tomi kepadaku. Raut wajahnya mendadak heran
ketika memandangiku dari kejauhan.
“Nggak papa Mas. Em, cuma pengen
tahu aja ini alamri bisa dibuka atau enggak, “ jawabku dengan suara yang
sedikit lirih. Aku masih bingung mengapa aku bisa tertarik dengan almari tua
dan usang ini.
“Welah kowe ki aneh-aneh wae Vik. Nek
menurutku sih ya, kuwi lemari kudune isa dibuka sih. Ning gak tau nek dikunci.
Coba wae, rasah ditendang barang la, “ ia memberiku sedikit saran yang baik.
Namun aku tidak mempercayainya.
“Okelah Mas. Tapi tadi aku coba buka,
aku tarik ke arah luar gak isa iki. Tak tendang juga gak bisa kebuka. Aneh to?”
jawabku membantah sarannya, karena aku telah mencoba membukanya dengan
cara-caraku sendiri dan hasilnya tetap tidak berhasil.
“Ya wes lah. Kamu tidur wae sana, nek
gak ya main GTA lagi, “ rupanya dia belum memikirkan cara lain untuk membuka
almarinya.
Aku coba kembali untuk menendang dan
memukul almari itu, akan tetapi tetap hasilnya adalah masih tetap terkunci. “Baguslah,
“ gumamku pelan. Karena aku sedikit kecewa dengan hasilnya, akhirnya kuputuskan
untuk mencoba membukanya kembali pada pukul sembilan malam nanti. Menurutku,
itu adalah waktu yang pas untuk membukanya.
Aku pun mulai melangkahkan kakiku
kembali, berjalan ke arah kerumunan orang-orang yang sedang bersantai, dan
kembali bermain GTA FIVE bersama Mas Tomi. Menurutku kegiatan sehari-hariku
yang terus menerus saja begini selama berlibur di Semarang sangatlah
membosankan. Maka dari itu, aku pun memutuskan untuk mencari tahu bagaimana
cara untuk membuka almari tersebut.
***
Ingin tahu lanjutan cerita ini? Tunggu Part 2 nya yaa!
Terimakasih
Tidak ada komentar :
Posting Komentar