Kamis, 09 Juli 2015

Big Trouble #8



         “Hai, Nak! Selamat pagi. Aku tak pernah melihat gadis cantik sepertimu pergi ke hutan, sendirian, dan pada waktu sepagi ini. Memangnya kau ini siapa sih Nak? Apa yang membuatmu sangat berani untuk pergi ke hutan ini? Sepertinya aku tak pernah melihatmu selama aku tinggal di desa ini?” ucap seorang yang ramah itu. Ia memanggilku dengan sebutan “Nak”. Wajar saja, umurnya saja sepantaran ayahku.
            “Um, ya, selamat pagi juga Pak! Kenalkan, nama saya Bella. Saya gadis dari desa di sebelah selatan hutan ini. Sama seperti desa Bapak. Memang sih Pak, saya ini masih terlihat seperti anak baru, karena saya hanya berlibur ke rumah nenek saya yang terletak di desa itu. Jadi, saya memang tidak tinggal menetap. Hanya seperti mampir saja lebih tepatnya. Alasan saya pergi ke hutan ini hanya untuk mencari burung kakak tua saya yang sedang hilang. Saya sangat menyayanginya Pak. Sudah seperti anggota keluarga saya sendiri,” jawabku dengan sopan. Aku tidak memberikan alasan yang sebenarnya. Aku takut dia punya niat tertentu. Lagi pula, aku juga tak begitu mengenalnya.
            “Memangnya nama nenekmu itu siapa? Sepertinya aku kenal dengannya. Memangnya, di mana alamat rumahmu? Kau ini berusia berapa tahun sih? Kok sepertinya masih terlalu kecil untuk menjelajah hutan ini,” ujarnya. Itu membuatku semakin curiga saja.
            “Maaf Pak, saya tidak bisa memberitahukannya. Itu semua privasi saya. Jika Bapak bertanya di mana alamat rumah saya, saya juga tidak akan pernah memberitahukannya, sebelum kita bisa mengenal satu sama lain lebih dekat dan akrab. Lagipula, kita juga baru bertemu kali ini kan Pak? Tentang usia saya, mungkin Bapak bisa menaksirnya sendiri. Mungkin Bapak bisa mengerti dan bisa menyimpulkannya sendiri. Maaf.” ujarku. Aku berkata dengan sejujurnya. Aku rasa ia sudah tidak ramah lagi. Mungkin ia hanya basa-basi saja. Lama-lama aku sebal juga. Ia terlalu ikut campur ke dalam urusanku.
            “Okelah Nak, tidak apa-apa. Ya, saya akan menyimpulkannya. Oh iya, kenalkan, nama saya Chris. Senang bisa bertemu kamu,” ucapnya. Senyumnya tidak terlihat tulus lagi, seperti tadi.
            “Oke Pak. Saya pergi dulu ya,” ujarku mengucapkan selamat tinggal.
            “Ya Nak. Tapi sebaiknya berhati-hatilah. Sepertinya kau hanya sendirian di hutan ini, karena aku akan pergi. Bye!” ujarnya dengan melambaikan tangan ke arahku.
            “Oke, bye!” tukasku seraya kembali melangkahkan kaki. Menurutku ia sangat aneh.
            Saat aku menolehkan kepala ke arah belakang, aku sudah tidak lagi melihatnya. Mungkin ia sudah kembali pergi melangkah ke arah desa. Yeah, sungguh misterius dan aneh. Ia juga tampak suka mencampuri urusan orang lain. Terlihat juga raut mukanya yang kelihatan basa-basi. Sungguh orang yang aneh. Sudahlah, lupakan saja!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar