“Hai, Nak! Selamat pagi. Aku tak
pernah melihat gadis cantik sepertimu pergi ke hutan, sendirian, dan pada waktu
sepagi ini. Memangnya kau ini siapa sih Nak? Apa yang membuatmu sangat berani
untuk pergi ke hutan ini? Sepertinya aku tak pernah melihatmu selama aku
tinggal di desa ini?” ucap seorang yang ramah itu. Ia memanggilku dengan
sebutan “Nak”. Wajar saja, umurnya saja sepantaran ayahku.
“Um,
ya, selamat pagi juga Pak! Kenalkan, nama saya Bella. Saya gadis dari desa di
sebelah selatan hutan ini. Sama seperti desa Bapak. Memang sih Pak, saya ini
masih terlihat seperti anak baru, karena saya hanya berlibur ke rumah nenek
saya yang terletak di desa itu. Jadi, saya memang tidak tinggal menetap. Hanya
seperti mampir saja lebih tepatnya. Alasan saya pergi ke hutan ini hanya untuk
mencari burung kakak tua saya yang sedang hilang. Saya sangat menyayanginya
Pak. Sudah seperti anggota keluarga saya sendiri,” jawabku dengan sopan. Aku
tidak memberikan alasan yang sebenarnya. Aku takut dia punya niat tertentu.
Lagi pula, aku juga tak begitu mengenalnya.
“Memangnya
nama nenekmu itu siapa? Sepertinya aku kenal dengannya. Memangnya, di mana
alamat rumahmu? Kau ini berusia berapa tahun sih? Kok sepertinya masih terlalu
kecil untuk menjelajah hutan ini,” ujarnya. Itu membuatku semakin curiga saja.
“Maaf
Pak, saya tidak bisa memberitahukannya. Itu semua privasi saya. Jika Bapak
bertanya di mana alamat rumah saya, saya juga tidak akan pernah memberitahukannya,
sebelum kita bisa mengenal satu sama lain lebih dekat dan akrab. Lagipula, kita
juga baru bertemu kali ini kan Pak? Tentang usia saya, mungkin Bapak bisa
menaksirnya sendiri. Mungkin Bapak bisa mengerti dan bisa menyimpulkannya
sendiri. Maaf.” ujarku. Aku berkata dengan sejujurnya. Aku rasa ia sudah tidak
ramah lagi. Mungkin ia hanya basa-basi saja. Lama-lama aku sebal juga. Ia
terlalu ikut campur ke dalam urusanku.
“Okelah
Nak, tidak apa-apa. Ya, saya akan menyimpulkannya. Oh iya, kenalkan, nama saya
Chris. Senang bisa bertemu kamu,” ucapnya. Senyumnya tidak terlihat tulus lagi,
seperti tadi.
“Oke
Pak. Saya pergi dulu ya,” ujarku mengucapkan selamat tinggal.
“Ya
Nak. Tapi sebaiknya berhati-hatilah. Sepertinya kau hanya sendirian di hutan
ini, karena aku akan pergi. Bye!”
ujarnya dengan melambaikan tangan ke arahku.
“Oke,
bye!” tukasku seraya kembali
melangkahkan kaki. Menurutku ia sangat aneh.
Saat
aku menolehkan kepala ke arah belakang, aku sudah tidak lagi melihatnya.
Mungkin ia sudah kembali pergi melangkah ke arah desa. Yeah, sungguh misterius
dan aneh. Ia juga tampak suka mencampuri urusan orang lain. Terlihat juga raut
mukanya yang kelihatan basa-basi. Sungguh orang yang aneh. Sudahlah, lupakan
saja!
Tidak ada komentar :
Posting Komentar