Jumat, 10 Juli 2015

Big Trouble #9



           Aku melihat ke arah jam tanganku yang berwarna merah muda terang. Jam sudah menunjukan pukul delapan pagi. Tidak terlambat bagiku untuk menelurusi hutan yang kering ini. Ya, saat ini adalah musim kemarau. Tapi aku tetap tidak mengerti, mengapa jika di sini kering dan sungguh hangat, di rawa tetap terasa lembab dan yeah, begitulah. Aneh sekali. Aku sungguh berharap bila udara di sekitar rawa dan rumah nenek terasa seperti ini.
            Aku menjelajah hutan yang kering ini ke arah yang lebih dalam, dalam, dan dalam. Semuanya terlihat kering, hangat, dan seluruhnya berwarna oranye. Benar, ternyata tak ada siapa pun di hutan ini kecuali aku. Tapi aku sedikit kesal kepada diriku sendiri. Aku bertanya di dalam hatiku, “Mengapa di sini tak ada sedikit pun tanda-tanda? Tak ada petunujuk, tak ada yang menakutkan, dan tak ada barang bukti apa pun. Apanya yang salah? Sepertinya aku terus melewati jalur yang berbeda dari yang sebelumnya. So, gak ada yang salah kan?”. Tapi supaya lebih meyakinkan hatiku, aku mencecerkan permen-permenku untuk menandai jalan yang telah kulewati sebelumnya. Mungkin ini akan jadi lebih mudah dan pasti berhasil.
            Satu jam berlalu. Aku melihat ke jalanan hutan dan tak melihat satu permen pun yang aku cecerkan tadi. Berarti aku telah berhasil melewati jalan yang benar, yeesss! Lima menit kemudian,aku melihat di kejauhan hutan dan terlihat sebuah titik sinar berwarna merah muda yang menyembul di atas tanah yang tertutupi oleh dedaunan kering. Aku dekati saja titik sinar yang terlihat mencurigakan itu. Aku terus berjalan sambil memicingkan kedua mataku agar objek misterius itu tidak hilang dari pandanganku. Aku terus mendekat, mendekat, dan mendekati objek itu. Objek itu terlihat semakin besar dan besar. Sekarang objek itu berada tepat di depan kakiku. Langkahku terhenti.
Satu petunjuk telah aku temukan. Tapi ternyata itu bukan petunujuk tentang makhluk mengerikan yang suara debam kakinya itu masih tengiang di telingaku. Petunjuk yang aku temukan itu adalah sebuah permen karet yang telah dikunyah dan dibuang begitu saja. Tapi aku tetap terus penasaran dan akan menyelidikinya. Tapi tiba-tiba, terdengar sebuah suara dengan jelas dan keras, “Hahaha... Mengapa kau pegang dan amati permen karet itu? Aneh sekali. Itu kan sudah dikunyah dan dibuang begitu saja.”
Aku pun menjawabnya dengan suara sangat lantang,
“ Siapa itu? Siapa di sana? Apa aku mengenalmu?” Aku memutar-mutarkan pandanganku ke arah seluk-beluk hutan. Tapi suara misterius itu tidak menjawabnya. Akhirnya kuputuskan untuk tetap tinggal di dekat permen karet yang telah aku temuakan tadi. Tapi sekarang ini, aku sudah tidak lagi memikirkan asal suara itu dan apapun tentang suara itu.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar