Senin, 01 Juni 2015

Kotak Musik Saphira (Bagian 5)



            Ahh, hmm,” aku menguap sambil melihat ke arah luar jendela. Ternyata sang mentari sudah mengintip dari balik tirai jendela kamar tidurku. Aku pun segera turun dari ranjang tidurku dan merapikan tempat tidurku, serta segera menjalankan kewajibanku sebagai umat beragama muslim.
            Setelah selesai menjalankan ibadah salat Subuhku, aku melirik ke arah jam dindingku dan waktu masih menunjukkan tepat pukul lima pagi. “Bum!” aku merebahkan diriku kembali ke ranjangku tidurku dengan rasa malas yang msih ada di dalam diriku dan tidak hilang selama jam belum menunjukkan tepat pukul tujuh pagi.
            Hm, itu kan kotak musik yang aku temukan kemarin itu. Ternyata masih tergeletak di sana? Hm, aku mainkan ah,” pikirku dalam hati. Aku pun mulai melangkahkan kakiku, berjalan mendekati kotak musik yang cantik itu, dan segera membersihkan debu yang masih ada di atsanya. Setelah selesai kubersihkan, aku pun baru menyadari bahwa kunci kotak musik tersebut sudah kulepaskan dari lubangnya. Terpaksa sudah aku harus mencarinya kembali di kamarku yang lumayan berantakan ini.
            Lima menit telah berlalu dan aku pun masih belum menemukan di maan kunci kotak musik berwarna biru yang indah itu berada. Namun, secara tidak sengaja, aku melihat ada seutas benang yang menjulur keluar dari olong tempat tidurku. Aku pun segera menunduk dan mengambilnya. Namun aku kembali tersontak seperti kemarin malam karena sosok itu muncul kembali di hadapanku. Tetapi sekarang, aku dapat melihat wajahnya dengan jelas. Sungguh rusak dan penuh dengan goresan serta sangat pucat. Matanya hampir semuanya berwarna putih dan hanya terdapat sebuah titik hitam kecil bulat di tengahnya.
            Aku pun tersontak kaget dan memekik keras, “Aaa... Astaghfirullah!” Aku langsung menarik benang kunci tersebut dan berlari keluar kamar dengan membawa kotak musik biru yang indah tersebut. Aku berlari dengan kencang ke arah loteng dan tidak berani menoleh ke belakang sekalipun aku sudah keluar dari kamar. Entah mengapa, aku berpikiran loteng adalah tempat yang nyaman dan aman selain kamarku sekalipun aku belum pernah mencoba ke sana. Aku terus berlalri dengan kencang dan kencang dan semakin kencang, dan kuputuskan untuk menoleh ke belakang dan memastikan bahwa tidak ada yang mengikutiku.
            Saat aku menoleh ke belakang, kulihat tidak ada seorangpun yang mengikutiku. Tidak ada siapapun di sana, sungguh kosong dan tidak ada orang. Aku pun kembali menoleh ke arah depan, dan  melihat ke arah tangga yang menuju ke lantai dua. Di sana tiba-tiba ada,... Aku melihatnya! Aku melihatnya kembali! Sungguh! Spontan aku langsung tersentak kaget dan terpeleset jatuh kebelakang. 
Aku mendengar suara yang pernah aku dengar sebelumnya di alam mimpiku, suara yang juga pernah aku dengar delapan tahun yang lalu, “Vika! Jangan mainkan itu!” seseorang yang berseru padaku itu sedang berlari dari arah belakangku dengan wajah panik dan cemas. Namun, seperti aku tidak menggubrisnya dan hanya tetap duduk di kursi goyang Nenek.
Kemudian aku mendengar suara yang sama lagi dan berseru kepadaku, “Vika! Stop Vika!” Aku baru tersadar bahwa itu adalah suara seorang gadis remaja dan sepertinya aku mengenalnya. Bahkan sepertinya aku sering mendengar suaranya saat liburan kali ini.
Namun aku mendengar suara lainnya yang terdengar jauh lebih lirih,
“Vika, kemarilah. Ayo kita bermain bersama!” suara itu terdengar seperti suara seorang gadis kecil, dan suara itu munculnya dari arah loteng.
“Vika, “ panggil suara gadis kecil itu kembali. Sekarang aku dapat sedikit mendengar suaranya dengan jelas.
 “Vika! Berhenti mainkan itu! Jangan mainkan Vika!” suara gadis remaja itu kembali terdengar dengan jelas di telingaku. Entah mengapa ia terus berseru padaku dan memerintahkanku untuk tidak memainkan kotak musik itu, padahal aku sangat menyukai gerak balerina yang sedang menari di atasnya.
Saat aku menoleh ke belakang, ku lihat ada seorang gadis remaja yang cantik yang mengenakan kemeja berwarna merah terang dengan celana jeans berwarna biru tua. Sesaat kemudian aku tersadar bahwa itu adalah Mbak Mutia! Lalu ia menggendongku dan membawaku pergi dari kamar yang aku tempati saat itu. Kamar yang sama dengan kamar yang sekarang aku gunakan untuk tidur saat liburan. Walaupun aku telah digendongnya, tetap saja kotak musik yang berwarna biru indah itu masih tetap berada dalam genggamanku. Kuperhatikan raut mukanya sejenak dan rupanya ia tampak sangat ketakutan.
Ia kembali berkata padaku, “Tolonglah kembalikan kotak musik yang indah itu kepadanya Vika. Tolonglah. Relakanlah kotak musik itu untuknya. Jangan sekalipun kau simpan apalagi kau mainkan. Atau ia akan terus mencarinya sampai akhir hayatmu dan saat ia bertemu denganmu, ia akan menghantuimu. Namun jika ia tidak menghantuimu, maka ia akan mengajakmu bermain ke atas loteng dan menculikmu untuk selamanya. Ingat, orang yang ia inginkan hanyalah orang yang pertama kali menyentuh kotak musiknya dan memainkannya. Sayangnya orang itu adalah kamu Vika. Maka tolong ingat ucapanku ini baik-baik.” Mbak Mutia masih teteap menggendongku.
Ia kembali angkat bicara, “Sekarang mari kita keluar dari rumah ini untuk sejenak saja. Aku takut semua orang menjadi tahu akan hal ini. Aku juga takut jika hantu itu masih terus menginginkanmu untuk saat ini.”
***

Tidak ada komentar :

Posting Komentar