“Ahh, hmm,” aku menguap sambil melihat ke
arah luar jendela. Ternyata sang mentari sudah mengintip dari balik tirai
jendela kamar tidurku. Aku pun segera turun dari ranjang tidurku dan merapikan
tempat tidurku, serta segera menjalankan kewajibanku sebagai umat beragama
muslim.
Setelah
selesai menjalankan ibadah salat Subuhku, aku melirik ke arah jam dindingku dan
waktu masih menunjukkan tepat pukul lima pagi. “Bum!” aku merebahkan diriku kembali ke ranjangku tidurku dengan
rasa malas yang msih ada di dalam diriku dan tidak hilang selama jam belum
menunjukkan tepat pukul tujuh pagi.
“Hm, itu kan kotak musik yang aku temukan
kemarin itu. Ternyata masih tergeletak di sana? Hm, aku mainkan ah,” pikirku dalam hati. Aku pun mulai melangkahkan
kakiku, berjalan mendekati kotak musik yang cantik itu, dan segera membersihkan
debu yang masih ada di atsanya. Setelah selesai kubersihkan, aku pun baru
menyadari bahwa kunci kotak musik tersebut sudah kulepaskan dari lubangnya.
Terpaksa sudah aku harus mencarinya kembali di kamarku yang lumayan berantakan
ini.
Lima
menit telah berlalu dan aku pun masih belum menemukan di maan kunci kotak musik
berwarna biru yang indah itu berada. Namun, secara tidak sengaja, aku melihat
ada seutas benang yang menjulur keluar dari olong tempat tidurku. Aku pun
segera menunduk dan mengambilnya. Namun aku kembali tersontak seperti kemarin
malam karena sosok itu muncul kembali di hadapanku. Tetapi sekarang, aku dapat
melihat wajahnya dengan jelas. Sungguh rusak dan penuh dengan goresan serta
sangat pucat. Matanya hampir semuanya berwarna putih dan hanya terdapat sebuah
titik hitam kecil bulat di tengahnya.
Aku
pun tersontak kaget dan memekik keras, “Aaa... Astaghfirullah!” Aku langsung
menarik benang kunci tersebut dan berlari keluar kamar dengan membawa kotak
musik biru yang indah tersebut. Aku berlari dengan kencang ke arah loteng dan
tidak berani menoleh ke belakang sekalipun aku sudah keluar dari kamar. Entah
mengapa, aku berpikiran loteng adalah tempat yang nyaman dan aman selain
kamarku sekalipun aku belum pernah mencoba ke sana. Aku terus berlalri dengan
kencang dan kencang dan semakin kencang, dan kuputuskan untuk menoleh ke
belakang dan memastikan bahwa tidak ada yang mengikutiku.
Saat
aku menoleh ke belakang, kulihat tidak ada seorangpun yang mengikutiku. Tidak
ada siapapun di sana, sungguh kosong dan tidak ada orang. Aku pun kembali
menoleh ke arah depan, dan melihat ke
arah tangga yang menuju ke lantai dua. Di sana tiba-tiba ada,... Aku
melihatnya! Aku melihatnya kembali! Sungguh! Spontan aku langsung tersentak
kaget dan terpeleset jatuh kebelakang.
Aku mendengar suara yang pernah aku
dengar sebelumnya di alam mimpiku, suara yang juga pernah aku dengar delapan
tahun yang lalu, “Vika! Jangan mainkan itu!” seseorang yang berseru padaku itu
sedang berlari dari arah belakangku dengan wajah panik dan cemas. Namun, seperti
aku tidak menggubrisnya dan hanya tetap duduk di kursi goyang Nenek.
Kemudian aku mendengar suara yang
sama lagi dan berseru kepadaku, “Vika! Stop Vika!” Aku baru tersadar bahwa itu
adalah suara seorang gadis remaja dan sepertinya aku mengenalnya. Bahkan
sepertinya aku sering mendengar suaranya saat liburan kali ini.
Namun aku mendengar suara lainnya
yang terdengar jauh lebih lirih,
“Vika, kemarilah. Ayo kita bermain
bersama!” suara itu terdengar seperti suara seorang gadis kecil, dan suara itu
munculnya dari arah loteng.
“Vika, “ panggil suara gadis kecil
itu kembali. Sekarang aku dapat sedikit mendengar suaranya dengan jelas.
“Vika! Berhenti mainkan itu! Jangan mainkan
Vika!” suara gadis remaja itu kembali terdengar dengan jelas di telingaku.
Entah mengapa ia terus berseru padaku dan memerintahkanku untuk tidak memainkan
kotak musik itu, padahal aku sangat menyukai gerak balerina yang sedang menari
di atasnya.
Saat aku menoleh ke belakang, ku
lihat ada seorang gadis remaja yang cantik yang mengenakan kemeja berwarna
merah terang dengan celana jeans berwarna biru tua. Sesaat kemudian aku
tersadar bahwa itu adalah Mbak Mutia! Lalu ia menggendongku dan membawaku pergi
dari kamar yang aku tempati saat itu. Kamar yang sama dengan kamar yang
sekarang aku gunakan untuk tidur saat liburan. Walaupun aku telah digendongnya,
tetap saja kotak musik yang berwarna biru indah itu masih tetap berada dalam
genggamanku. Kuperhatikan raut mukanya sejenak dan rupanya ia tampak sangat
ketakutan.
Ia kembali berkata padaku, “Tolonglah
kembalikan kotak musik yang indah itu kepadanya Vika. Tolonglah. Relakanlah
kotak musik itu untuknya. Jangan sekalipun kau simpan apalagi kau mainkan. Atau
ia akan terus mencarinya sampai akhir hayatmu dan saat ia bertemu denganmu, ia
akan menghantuimu. Namun jika ia tidak menghantuimu, maka ia akan mengajakmu
bermain ke atas loteng dan menculikmu untuk selamanya. Ingat, orang yang ia
inginkan hanyalah orang yang pertama kali menyentuh kotak musiknya dan
memainkannya. Sayangnya orang itu adalah kamu Vika. Maka tolong ingat ucapanku
ini baik-baik.” Mbak Mutia masih teteap menggendongku.
Ia kembali angkat bicara, “Sekarang
mari kita keluar dari rumah ini untuk sejenak saja. Aku takut semua orang
menjadi tahu akan hal ini. Aku juga takut jika hantu itu masih terus
menginginkanmu untuk saat ini.”
***
Tidak ada komentar :
Posting Komentar