“Vika
hati-hati Vik. Nanti kamu jatuh lagi, jangan lari! Cermati segala sudut ruangan
tempat yang kamu jatuh tadi!” seru Mbak Mutia yang berada di belakangku. Ia
juga ikut berlari dan mencari kotak musik berserta kuncinya itu bersamaku.
“Sebenarnya
ada apa sih?” tanya Mas Dio dari kejauhan. Namun ia tidak ikut berlari dan
mencari kotak musik itu bersama kami.
“Sudahlah
Mas Dio gak usah ikut-ikutan deh!”
seruku sambil terus berlari dan mengamati segala sudut ruangan. Akhirnya aku
menemukannya juga. Kotak musik itu berada di ujung anak tangga pertama yang
menuju ke lantai dua. Aku juga melihat ada sebuah kunci dengan benang biru yang
tergeletak di dekatnya. Langsung saja aku mendekatinya bersama dengan Mbak
Mutia.
“Bagus
Vika. Sekarang ayo kita cari Saph, Astaghfirullah!” Mbak Mutia yang memegang
kunci kotak musik tersebut langsung tersontak kaget ketika Saphira berada di
depan kami dan berada dalam posisi berdiri.
Aku
juga tersontak kaget dan hampir saja aku berlari tunggang langgang untuk segera
menginggalkannya. Tapi aku ingat apa yang harus kulakukan ketika bertemu
dengannya. Ia langsung berkata kepada kami, “Kembalikan kotak musikku!”
serunya. Suaranya terdengar sangat nyaring dan keras di ruangan kosong yang
sangat besar ini.
“Aku
akan mengembalikannya Saphira. Aku berjanji, tetapi tolong jangan kembali lagi
dan tenganglah di alam sana. Kami akan mendoakanmu. Tolong jangan pernah ganggu
kami lagi, dan tolong jangan culik aku untuk menemanimu selamanya,” ujarku
kepadanya. Bulu romanku pun berdiri tegak seperti jarum, keringat dingin mulai
bercucuran di seluruh badanku ketika aku menyodorkan kotak musik itu beserta
kuncinya. Rupanya Mbak Mutia sudah pergi menginggalkanku karena takut dan hanya
melempar kuncinya kepadaku begitu saja.
“Baiklah
jika itu maumu. Tapi berjanjilah untuk tidak berkeinginan memainkannya kembali.
Aku terima janjimu dan akan kupegang ucapanmu,” jemarinya yang panjang dan
berwarna putih pucat segera mengambil kotak musik beserta kuncinya itu dariku.
Pada saat itu aku benar-benar seperti orang yang hampir mati karena ketakutan.
Ia
pun berlalu pergi dengan membawa kotak musik dan kuncinya itu. Aku merasa
sangat lega dan bersyukur kepada Tuhan. Aku pun berjalan menuju ruang keluarga.
Setelah itu aku mendiskusikan dan menjelaskan semua masalah itu kepada semua
anggota keluargaku yang berada dan ikut berlibur ke rumah Nenek. Mereka semua
pun awalnya kaget dan sempat tidak percaya, bahkan tidak menyangkalnya. Tapi
aku, Nenek, dan Mbak Mutia menjelaskan semuanya dari awal sampai akhir dengan
panjang lebar. Akhrinya mereka semua bisa mempercayainya dan dapat mengerti.
Keesokan
harinya, kami pun berkunjung ke makam Saphira yang berjarak tidak jauh dari
rumah Nenek. Kami mendoakannya dengan khitmat dan berharap agar dia tidak
menggangu kami kembali serta tenang di alam sana. Yeah, walaupun ia cukup
menyeramkan dan menggangu, namun ia tetap merupakan bagian dari keluarga kami.
Kami hanya dapat mendoakannya dan berharap yang terbaik untuknya.
-TAMAT-
Tidak ada komentar :
Posting Komentar